Secara normal, tubuh manusia akan merasakan sakit bila mengalami luka atau gangguan tertentu. Tapi hal tersebut tidak akan pernah dirasakan oleh seorang gadis yang mengalami mutasi gen sejak lahir.
Hal ini dialami oleh Ashlyn, gadis usia 10 tahun asal Florida. Ia terlahir dengan kelainan ketidakpekaan rasa sakit kongenital (bawaan), yaitu suatu kondisi langka yang disebabkan oleh mutasi genetik dan tidak bisa merasakan sakit.
Ketidakpekaan rasa sakit kongenital ini tidak dapat disembuhkan dan tidak ada pengobatan untuk menyembuhkannya. Hanya ada 45 sampai 50 kasus yang pernah dilaporkan.
Mutasi gen yang dialami Ashlyn berbentuk pilinan, sehingga ia mengalami penurunan sensitivitas rasa sakit tapi ia masih mungkin merasakan kehangatan dan sentuhan seseorang.
Ashlyn tidak menangis ketika ia dilahirkan, saat tumbuh gigi, waktu lapar atau saat popoknya basah. Satu-satunya kondisi yang membuat ia menangis adalah pecah gendang telinga ketika ia berusia 3 tahun.
"Gendang telinganya pecah dan ia mengalami perdarahan dari telinga, dia merasakan tekanan untuk pertama kalinya," terang Tara Blocker, ibunda Ashlyn, seperti dilansir dari Foxnews, Kamis (26/8/2010).
Menurut Tara, tanpa memiliki kemampuan untuk merasakan sakit, Ashlyn sering mengunyah bibir bawahnya saat dia tertidur. Kondisi ini pernah membuatnya mengalami bengkak parah.
Selain itu, penderita ketidakpekaan rasa sakit kongenital lain juga sering mengalami cedera, seperti menggigit ujung lidah, merusak mata atau bahkan membakar diri pada permukaan yang panas seperti kompor.
Dalam kasusnya, Ashlyn pernah mengalami luka bakar yang parah saat tangannya dimasukkan ke dalam mesin cuci yang sedang menyala, ketika ia masih berusia 2 tahun. Meski hal itu sama sekali tidak mengganggunya, tapi Tara sangatlah cemas dan hanya bisa menangis.
Tahun-tahun terberat Ashlyn adalah ketika ia balita. Tapi meskipun ia sering mengalami benjolan, memar dan luka bakar, orangtuanya tak mengerti mengapa Ashlyn tak pernah menangis.
Keluarga Blocker mulai mengalami jalan panjang setelah Ashlyn didiagnosis ketidakpekaan rasa sakit kongenital oleh seorang ahli genetika pada tahun 2004. Tara pernah mendengar hal itu sebelumnya dan ia serta suami senang, karena akhirnya mereka mengetahui penyebab mengapa Ashlyn tak pernah menangis.
Pada tahun 2004, Dr Roland Staud mengundang Ashlyn dan keluarganya untuk datang ke University of Florida guna melakukan studi dan mempelajari lebih lanjut tentang kondisi yang jarang terjadi pada Ashlyn.
Tim peneliti melakukan tes pendahuluan, yaitu dengan mengambil darah Ashlyn dan keluarganya untuk mendapatkan sampel DNA. Lima tahun kemudian pada tahun 2009, tim Florida University menentukan bahwa Ashlyn memiliki dua mutasi gen SCN9A, yang menutup sebuah molekul yang terlibat dalam arah impuls saraf ke otak.
Gen SCN9A merupakan gen yang mengirimkan pesan nyeri dan impuls saraf ke otak. Mutasi dari gen ini dapat memotong kedua fungsi tersebut, sehingga menyebabkan ketidakpekaan rasa sakit. Dan bila gen ini menjadi terlalu aktif, maka dapat menyebakan hipersensitivitas.
Akhirnya Dr Staud dan keluarga memutuskan untuk tidak akan menghalangi terapi gen Ashlyn demi menghindari potensi yang memicu gen menjadi terlalu aktif.
"Saya tidak akan pernah mau mengambil risiko bermain-main dengan gen yang akhirnya nanti bisa membuat Ashlyn merasakan sakit yang sangat ekstrem," jelas Tara.
Di antara banyak tes fisik, psikologis, genetis dan neurologis yang telah dilakukan Dr Staud pada Ashlyn, ia menemukan bahwa Ashlyn peka terhadap sentuhan, suhu dan getaran, tapi tidak peka terhadap sakit sakit dan bau.
Pada tahun 2009, pergelangan kaki Ashlyn patah dalam kecelakaan sepeda. Hal ini diketahui orangtuanya setelah tubuh Ashlyn menunjukkan gejala bengkak dua hari kemudian.
Meski cedera yang dialami tidak begitu besar karena ia tidak merasakan apa-apa, orangtua Ashlyn tetap khawatir dan menyadari adanya bahaya infeksi. Akhirnya keluarga memintanya menggunakan kursi roda untuk menghindari perkembangan infeksi dan mengurangi tekanan.
Hal ini dialami oleh Ashlyn, gadis usia 10 tahun asal Florida. Ia terlahir dengan kelainan ketidakpekaan rasa sakit kongenital (bawaan), yaitu suatu kondisi langka yang disebabkan oleh mutasi genetik dan tidak bisa merasakan sakit.
Ketidakpekaan rasa sakit kongenital ini tidak dapat disembuhkan dan tidak ada pengobatan untuk menyembuhkannya. Hanya ada 45 sampai 50 kasus yang pernah dilaporkan.
Mutasi gen yang dialami Ashlyn berbentuk pilinan, sehingga ia mengalami penurunan sensitivitas rasa sakit tapi ia masih mungkin merasakan kehangatan dan sentuhan seseorang.
Ashlyn tidak menangis ketika ia dilahirkan, saat tumbuh gigi, waktu lapar atau saat popoknya basah. Satu-satunya kondisi yang membuat ia menangis adalah pecah gendang telinga ketika ia berusia 3 tahun.
"Gendang telinganya pecah dan ia mengalami perdarahan dari telinga, dia merasakan tekanan untuk pertama kalinya," terang Tara Blocker, ibunda Ashlyn, seperti dilansir dari Foxnews, Kamis (26/8/2010).
Menurut Tara, tanpa memiliki kemampuan untuk merasakan sakit, Ashlyn sering mengunyah bibir bawahnya saat dia tertidur. Kondisi ini pernah membuatnya mengalami bengkak parah.
Selain itu, penderita ketidakpekaan rasa sakit kongenital lain juga sering mengalami cedera, seperti menggigit ujung lidah, merusak mata atau bahkan membakar diri pada permukaan yang panas seperti kompor.
Dalam kasusnya, Ashlyn pernah mengalami luka bakar yang parah saat tangannya dimasukkan ke dalam mesin cuci yang sedang menyala, ketika ia masih berusia 2 tahun. Meski hal itu sama sekali tidak mengganggunya, tapi Tara sangatlah cemas dan hanya bisa menangis.
Tahun-tahun terberat Ashlyn adalah ketika ia balita. Tapi meskipun ia sering mengalami benjolan, memar dan luka bakar, orangtuanya tak mengerti mengapa Ashlyn tak pernah menangis.
Keluarga Blocker mulai mengalami jalan panjang setelah Ashlyn didiagnosis ketidakpekaan rasa sakit kongenital oleh seorang ahli genetika pada tahun 2004. Tara pernah mendengar hal itu sebelumnya dan ia serta suami senang, karena akhirnya mereka mengetahui penyebab mengapa Ashlyn tak pernah menangis.
Pada tahun 2004, Dr Roland Staud mengundang Ashlyn dan keluarganya untuk datang ke University of Florida guna melakukan studi dan mempelajari lebih lanjut tentang kondisi yang jarang terjadi pada Ashlyn.
Tim peneliti melakukan tes pendahuluan, yaitu dengan mengambil darah Ashlyn dan keluarganya untuk mendapatkan sampel DNA. Lima tahun kemudian pada tahun 2009, tim Florida University menentukan bahwa Ashlyn memiliki dua mutasi gen SCN9A, yang menutup sebuah molekul yang terlibat dalam arah impuls saraf ke otak.
Gen SCN9A merupakan gen yang mengirimkan pesan nyeri dan impuls saraf ke otak. Mutasi dari gen ini dapat memotong kedua fungsi tersebut, sehingga menyebabkan ketidakpekaan rasa sakit. Dan bila gen ini menjadi terlalu aktif, maka dapat menyebakan hipersensitivitas.
Akhirnya Dr Staud dan keluarga memutuskan untuk tidak akan menghalangi terapi gen Ashlyn demi menghindari potensi yang memicu gen menjadi terlalu aktif.
"Saya tidak akan pernah mau mengambil risiko bermain-main dengan gen yang akhirnya nanti bisa membuat Ashlyn merasakan sakit yang sangat ekstrem," jelas Tara.
Di antara banyak tes fisik, psikologis, genetis dan neurologis yang telah dilakukan Dr Staud pada Ashlyn, ia menemukan bahwa Ashlyn peka terhadap sentuhan, suhu dan getaran, tapi tidak peka terhadap sakit sakit dan bau.
Pada tahun 2009, pergelangan kaki Ashlyn patah dalam kecelakaan sepeda. Hal ini diketahui orangtuanya setelah tubuh Ashlyn menunjukkan gejala bengkak dua hari kemudian.
Meski cedera yang dialami tidak begitu besar karena ia tidak merasakan apa-apa, orangtua Ashlyn tetap khawatir dan menyadari adanya bahaya infeksi. Akhirnya keluarga memintanya menggunakan kursi roda untuk menghindari perkembangan infeksi dan mengurangi tekanan.
Comments
Post a Comment